Author: admin

  • HOW I MANAGE MY TIME – THE TRIAGE SYSTEM

    HOW I MANAGE MY TIME – THE TRIAGE SYSTEM

    Sistem Triage: Cara Mengelola Waktu Seperti Dokter Darurat

    Kalau kamu sering merasa hari berlalu terlalu cepat dan to-do list malah semakin panjang, ini bukan karena kamu kurang produktif. Masalahnya adalah kamu mencoba melakukan segalanya, padahal tugas-tugas itu tidak memiliki prioritas yang sama.

    Sama seperti di ruang gawat darurat, dokter tidak menangani pasien berdasarkan urutan kedatangan, tapi berdasarkan tingkat urgensi. Begitu juga dalam kehidupan dan pekerjaan, kita harus mengerjakan hal yang paling penting dulu, bukan sekadar menyelesaikan banyak hal.

    Metode triage ini memiliki 6 prinsip utama yang bisa mengubah cara kamu mengelola waktu dan meningkatkan produktivitas tanpa stres.

    1️⃣ Daily Reset: Menyusun Prioritas Setiap Hari

    💡 “Tiap hari, kita perlu menyusun ulang prioritas, bukan bekerja dengan daftar tugas tak berujung.”

    Di rumah sakit, dokter menggunakan selembar kertas setiap hari untuk mencatat tugasnya. Tugas yang belum selesai di hari sebelumnya tidak otomatis dibawa ke hari berikutnya, kecuali benar-benar penting.

    Bagaimana menerapkannya?

    • Mulai hari dengan “daily reset”, bukan bekerja dari daftar panjang.
    • Tanyakan diri sendiri: Apa 3 tugas paling penting yang harus aku selesaikan hari ini?
    • Gunakan jurnal atau kertas kecil, tulis prioritas harian, lalu buang di akhir hari.

    Metode ini mencegah kita menumpuk tugas-tugas yang tidak penting dan membangun kebiasaan memilih pekerjaan yang benar-benar berdampak.

    2️⃣ Handwritten Box Method: Manajemen To-Do List yang Efektif

    📌 “Bukan cuma mencoret tugas selesai, tapi juga menandai progresnya.”

    Sebagian besar dokter tidak hanya mencentang tugas yang selesai. Mereka menggunakan kotak bertingkat untuk menandai progres pekerjaan:

    ✅ Kotak kosong = Tugas belum dikerjakan

    ➖ Kotak setengah coret = Tugas sudah dimulai

    🟩 Kotak diarsir penuh = Tugas hampir selesai

    ❌ Dicoret sepenuhnya = Tugas selesai

    Manfaat metode ini:

    • Membantu melihat progres dengan jelas tanpa merasa tertinggal.
    • Memberi kepuasan setiap kali ada kemajuan, meskipun tugas belum selesai sepenuhnya.

    Kamu bisa pakai cara ini untuk proyek besar seperti membuat konten, menulis buku, atau menjalankan bisnis.

    3️⃣ Real-Time Triage: Fokus ke Hal yang Paling Penting

    🔥 “Setiap saat, tanyakan: apakah ini tugas paling penting sekarang?”

    Dalam keadaan darurat, dokter harus segera beradaptasi. Saat ada pasien serangan jantung, semua tugas lain bisa ditunda.

    Kita juga harus membiasakan triase real-time dalam pekerjaan:

    • Tinjau ulang prioritas sepanjang hari. Tugas yang penting di pagi hari mungkin sudah berubah di siang hari.
    • Pisahkan yang mendesak vs. yang penting. Banyak tugas yang terlihat mendesak tapi sebenarnya tidak penting.
    • Belajar mengabaikan tugas yang tidak berdampak. Jangan takut meninggalkan hal yang kurang prioritas.

    Alih-alih sibuk mengerjakan banyak hal, fokuslah pada tugas yang betul-betul membuat perbedaan.

    4️⃣ The Ward Round Protocol: Evaluasi Proyek Seperti Dokter Memeriksa Pasien

    📝 “Setiap proyek harus punya status dan langkah berikutnya.”

    Dalam rumah sakit, dokter melakukan ward round setiap hari, mengecek kondisi pasien dan menentukan langkah berikutnya.

    Kamu bisa menerapkan ini ke proyek-proyekmu:

    • Gunakan sistem warna untuk melihat progres proyek:
      • 🟢 On track = Berjalan sesuai rencana
      • 🟡 Off track but planned = Terhambat, tapi ada solusi
      • 🔴 Off track, no plan = Bermasalah, belum ada solusi
      • 🔵 On ice = Ditunda sementara
    • Setiap proyek wajib punya langkah selanjutnya. Jangan biarkan proyek mandek tanpa kejelasan.

    Banyak orang gagal karena tidak tahu langkah konkret berikutnya. Sistem ini memastikan kamu selalu punya arah.

    5️⃣ Intentional Incompletion: Belajar Meninggalkan Hal yang Tidak Penting

    🚀 “Tidak semua tugas harus selesai. Yang penting adalah tugas yang benar-benar berdampak.”

    Dalam dunia medis, tidak mungkin menangani semua pasien dalam satu waktu. Beberapa pasien harus menunggu. Ini juga berlaku dalam pekerjaan dan kehidupan.

    Cara menerapkannya:

    • Terima kenyataan bahwa tidak semua tugas bisa diselesaikan. Fokus pada yang benar-benar penting.
    • Belajar untuk meninggalkan pekerjaan di akhir hari. Tidak perlu begadang demi menyelesaikan tugas yang bisa ditunda.
    • Pahami bahwa “to-do list” tidak akan pernah kosong. Yang bisa kita kontrol hanyalah memilih tugas yang layak dikerjakan.

    6️⃣ Two-for-One Hour Rule: Kerja di Waktu yang Paling Produktif

    “Satu jam sebelum jam 9 pagi lebih produktif daripada dua jam setelah jam 5 sore.”

    Setelah bekerja seharian, otak kita sudah kelelahan. Itulah kenapa kerja di malam hari cenderung tidak produktif.

    Tips untuk meningkatkan produktivitas:

    • **Lakukan tugas penting di pagi hari.**Contoh: Menulis artikel, brainstorming ide bisnis, atau membuat strategi pemasaran.
    • **Jangan berharap produktif setelah jam kerja.**Kalau punya proyek sampingan, coba kerjakan sebelum bekerja, bukan setelahnya.
    • **Manfaatkan energi puncak.**Cari tahu kapan kamu paling fokus dan gunakan waktu itu untuk tugas-tugas berat.

    Kesimpulan: Bekerja Lebih Cerdas, Bukan Lebih Keras

    Daripada sibuk menyelesaikan tugas sebanyak mungkin, mulai sekarang fokuslah pada apa yang benar-benar penting. Terapkan sistem triage ini dalam kehidupan dan pekerjaan:

    1. Daily Reset – Pilih ulang prioritas setiap hari.
    2. Handwritten Box Method – Tandai progres kerja, bukan cuma mencentang.
    3. Real-Time Triage – Selalu fokus ke tugas paling penting.
    4. Ward Round Protocol – Evaluasi proyek dengan jelas.
    5. Intentional Incompletion – Belajar meninggalkan tugas yang tidak penting.
    6. Two-for-One Hour Rule – Gunakan waktu terbaik untuk tugas penting.
  • HOW TO DO MORE IN 12 WEEKS THAT OTHERS DO IN 12 MONTHS

    HOW TO DO MORE IN 12 WEEKS THAT OTHERS DO IN 12 MONTHS

    Bagaimana Mencapai Lebih Banyak dalam 12 Minggu Dibanding Orang Lain dalam 12 Bulan

    Banyak orang menetapkan target tahunan, tapi di pertengahan tahun, motivasi mulai turun, fokus mulai terpecah, dan akhirnya target tersebut tidak tercapai.

    Solusi?

    Alih-alih berpikir dalam skala 1 tahun, gunakan pendekatan 12 Minggu.

    📖 Konsep ini diambil dari buku The 12 Week Year karya Brian Moran dan Michael Lennington, yang akan kita bahas dalam artikel ini.

    🔹 Kenapa Kebanyakan Orang Gagal Mencapai Target Mereka?

    Bukan karena kurangnya pengetahuan atau strategi, tapi karena kurangnya eksekusi yang konsisten.

    Contoh sederhana:

    📌 Kebanyakan orang tahu bahwa untuk menurunkan berat badan, mereka harus makan lebih sehat dan olahraga lebih sering.

    📌 Tapi, tetap saja banyak yang tidak melakukannya.

    Masalahnya bukan di informasi. Masalahnya ada di eksekusi.

    💡 Jadi, pertanyaannya adalah:

    Bagaimana kita bisa menutup “execution gap” ini dan mulai benar-benar bertindak?

    1️⃣ Periode 12 Minggu vs. Target Tahunan

    Kebanyakan orang berpikir dalam jangka waktu tahunan, tapi itu justru menciptakan perasaan waktu yang masih panjang.

    🎯 Konsep yang lebih efektif:

    • Alihkan fokus dari “1 tahun” menjadi “12 minggu”.
    • Dalam 12 minggu ini, anggaplah ini sebagai satu tahun mini dengan target dan deadline yang lebih dekat.
    • Ketika deadline lebih dekat, kita merasa lebih terdesak untuk bertindak.

    📌 Kenapa ini lebih efektif?

    1. Deadlines lebih dekat → Aksi lebih cepat
      • Parkinson’s Law: “Pekerjaan akan mengisi waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya.”
      • Semakin lama deadline-nya, semakin lama kita akan menunda.
    2. Lebih mudah untuk tetap fokus
      • 12 minggu cukup pendek untuk tetap termotivasi, tapi cukup panjang untuk membuat kemajuan yang nyata.
    3. Lebih cepat mengevaluasi dan menyesuaikan strategi
      • Dengan siklus 12 minggu, kita bisa cepat melihat apakah strategi kita efektif atau tidak.

    🔥 Intinya: Ubah mindsetmu. Setiap 12 minggu adalah 1 tahun mini.

    2️⃣ Ubah Fokus dari Hasil ke Eksekusi Harian

    Kesalahan terbesar:

    Banyak orang hanya fokus pada hasil akhir yang ingin mereka capai, tapi lupa untuk memikirkan tindakan harian yang akan membawa mereka ke sana.

    Contoh:

    • 🎯 Tujuan: Menulis 1 buku dalam 12 minggu.
    • Kesalahan: Terus-menerus berpikir “Saya harus menulis buku.”
    • Cara benar: Fokus pada “Saya harus menulis 500 kata per hari selama 12 minggu.”

    🔑 Solusi:

    Alihkan perhatian dari “apa yang ingin dicapai” ke “apa yang harus dilakukan setiap hari.”

    3️⃣ Buat Visi yang Kuat dan Emosional

    🧠 Kenapa kebanyakan orang menyerah di tengah jalan?

    Karena mereka tidak memiliki visi yang cukup kuat untuk memberi mereka alasan bertahan saat menghadapi tantangan.

    📌 Pertanyaan penting:

    • Apa yang benar-benar ingin kamu capai?
    • Kenapa ini penting buat kamu?
    • Bagaimana hidupmu akan berubah jika kamu mencapainya?

    Visi yang kuat akan membantu kamu mengatasi ketakutan, ketidaknyamanan, dan kemalasan.

    💡 Tip praktis:

    Tulis “Surat untuk Diri Sendiri” tentang bagaimana hidupmu akan berubah setelah kamu mencapai target 12 minggu ini.

    4️⃣ Ubah Zona Nyaman Jadi Zona Pertumbuhan

    Kebanyakan orang terjebak di zona nyaman karena takut menghadapi ketidaknyamanan.

    📌 Coba tanyakan ini ke diri sendiri:

    “Di mana saya membiarkan ketakutan terhadap ketidaknyamanan menahan saya?”

    Solusi:

    • Jangan tunggu sampai kamu “siap.” Lakukan saja.
    • Biasakan diri dengan rasa tidak nyaman—itu tanda bahwa kamu berkembang.

    🎯 Kesimpulan: Cara Memulai Metode 12 Minggu

    1. Buat target 12 minggu – Jangan berpikir dalam skala tahunan.
    2. Fokus pada tindakan harian, bukan hanya hasil akhir.
    3. Ciptakan visi yang emosional untuk memberi motivasi lebih.
    4. Berani keluar dari zona nyaman dan hadapi ketidaknyamanan.

    🔥 Ingat:

    Kamu bisa mencapai lebih banyak dalam 12 minggu dibanding yang orang lain lakukan dalam 12 bulan, asal kamu punya sistem eksekusi yang benar.

    Sekarang, pertanyaannya: Apa target 12 minggu pertamamu? 🚀

    @erwinsnada | 0818 750 500

  • Mengapa “Financial Freedom” Sering Menjadi Tujuan, tapi Sulit Dicapai

    Mengapa “Financial Freedom” Sering Menjadi Tujuan, tapi Sulit Dicapai

    Ali Abdaal, seorang mantan dokter yang kini menjalankan bisnis dan channel YouTube dengan tim sekitar 20 orang, membagikan pengalamannya tentang bagaimana mencapai kebebasan finansial. Ia mencontohkan seorang guru di umur 30-an—yang ingin jadi “financially free”—tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Berikut rangkuman poin-poin penting dan langkah praktisnya.


    1. Tentukan Apa Arti Kebebasan Finansial Bagi Kita?

    1. Kenali motivasi pribadi.
      • Kebebasan finansial (financial freedom) bisa diartikan “punya pilihan bekerja atau tidak, tanpa khawatir tagihan harian.” Tetapi tiap orang berbeda.
      • Mungkin tujuannya agar bisa lebih santai bekerja 3 hari seminggu. Atau agar punya waktu lebih dengan anak. Atau mungkin ingin punya rumah tanpa cicilan.
    2. Kebebasan finansial adalah perasaan, bukan sekadar nominal.
      • Ada orang di pedesaan yang cuma butuh Rp10 juta sebulan untuk merasa “aman.”
      • Di sisi lain, seseorang di kota besar bisa merasa belum aman walau punya pemasukan jauh lebih besar.
      • Intinya: Temukan standar kebutuhan dan gaya hidup yang “cukup” untuk diri kita.
    3. Tetapkan nominal kasar.
      • Misal, “Aku mau Rp 20 juta/bulan, supaya bisa menabung plus bayar semua pengeluaran rutin tanpa stres.”
      • Angka ini bisa berubah seiring waktu (karena ambisi kita bisa bertambah), tapi minimal ada target awal.

    Tips: Jangan hanya mengejar “1 Milyar di rekening” kalau ternyata yang kita butuhkan untuk bebas financial jauh lebih rendah (atau sebaliknya). Buat target realistis agar rencana jelas.

    2. Periksa Jarak antara “Goal” & “Rencana”

    Ali menggunakan kerangka GPS: Goal, Plan, System.

    1. Goal: Berapa pemasukan atau tabungan yang kita mau?
      • Contoh: “Ingin dapat Rp 200 juta/tahun.”
    2. Plan: Bagaimana rencana kita saat ini?
      • Jika pekerjaan sekarang hanya menghasilkan Rp 50 juta/tahun, sementara target 200 juta, jelas ada jarak.
    3. System: Sejauh mana kita konsisten menjalankan rencana?
      • Kalau “tidak punya rencana” atau “rencana tidak relevan dengan goal,” harus diubah.
      • Mau tidak mau, kita harus memilih: mengganti goal (diturunkan) atau mengganti rencana (strategi baru yang masuk akal).

    Studi Kasus:

    Seorang guru dengan gaji ±Rp 50 juta/tahun ingin Rp 200 juta/tahun dalam 8 tahun.

    Jika tetap jadi guru, sulit tercapai. Mau tak mau, rencananya harus diubah: misal, buka bisnis atau cari karier dengan potensi lebih besar.

    3. Kurangnya Pengetahuan: Tidak Tahu Jalan Mana yang Harus Ditempuh

    Seringkali orang bilang “Mau kaya,” tapi:

    • Tak pernah baca 1 buku pun tentang cara menghasilkan uang atau soal entrepreneurship.
    • Tak pernah dengar podcast bisnis.
    • Tak punya mentor atau tak pernah belajar secara sistematis.

    Analogi: Untuk jadi dokter, kita kuliah kedokteran, baca textbook, magang, dsb.

    Tapi anehnya, banyak orang ingin “kaya,” tapi sama sekali tidak mau belajar soal “membangun bisnis,” “meningkatkan skill jual,” dsb.

    Pesan: Menjadi pengusaha/menambah pemasukan adalah sebuah skill—bukan bakat lahir. Jadi, kita wajib “kuliah mandiri”: baca buku, dengar podcast, cari mentor.

    3.1. Daftar Rekomendasi Bacaan & Podcast

    Ali menyarankan empat buku berikut (semua tersedia dalam versi bahasa Inggris). Ini akan membantu kita paham “peta” entrepreneurship:

    1. The Millionaire Fastlane (MJ DeMarco).
    2. Million Dollar Weekend (Noah Kagan).
    3. $100M Offers (Alex Hormozi).
    4. Dotcom Secrets (Russell Brunson).

    Juga empat podcast (dari Deep Dive Channel-nya Ali):

    1. Dua wawancara dengan Daniel Priestley (penulis “Key Person of Influence”).
    2. Wawancara dengan Robin Waite.
    3. Wawancara dengan Nicholas Cole.
    4. Wawancara dengan Cody Sanchez.

    Ali yakin, dengan membaca buku-buku dan podcast tersebut, kita akan mendapat “firmware update”—yaitu wawasan bahwa ada banyak pilihan atau “jalur” untuk meraih Rp 200 juta/tahun (atau berapa pun target).

    Kita jadi lebih paham model bisnis, strategi penjualan, cara scaling usaha, dsb.

    4. “Tidak Ada Waktu” Bukan Alasan

    1. Gunakan audiobook & podcast:
      • Saat commuting, mencuci piring, olahraga, sambil jalan kaki.
      • Jangan nonton TV/Netflix berjam-jam, ganti dengan audiobooks setidaknya 30-60 menit sehari.
    2. Stop menghabiskan waktu untuk sesuatu yang dampaknya 0
      • Kalau serius mau kebebasan finansial, cobalah kurangi scrolling media sosial.
      • Ganti dengan: “Belajar sambil jalan” (listen audiobook), “Belajar sambil masak,” dsb.
    3. Day job bukan halangan
      • Kita bisa jadikan jam istirahat kantor atau sisa jam “istirahat makan siang” untuk side hustle, riset, dsb.
      • Banyak “quiet moments” di pekerjaan utama yang dapat dimanfaatkan.

    5. Jaga Kesehatan & Keseimbangan Hidup

    1. Anggaplah diri kita “atlet” di bidang bisnis.
      • Jaga stamina (tidur, olahraga), nutrisi, mental.
      • Pekerjaan sampingan (side hustle) dan pertumbuhan karier harus seiring dengan menjaga hubungan, keluarga, dan hobi. Jangan korbankan segalanya.
    2. Kurangi hal-hal toxic
      • Jangan menonton 5-6 jam Netflix per hari atau nongkrong tiap malam tanpa tujuan.
      • Kalau targetnya memang “finansial,” maka kita perlu “latihan” dan “jam terbang” di dunia entrepreneur, bukan berlama-lama di Netflix.
    3. Bersenang-senang dalam “perjalanan”
      • Menurut Ali, mengejar kebebasan finansial itu ibarat “main game.” Selalu ada level-level berikutnya.
      • Ciptakan “rasa bahagia” ketika membangun bisnis supaya kita konsisten dan tidak cepat burnout.

    6. Bergabung & Belajar Bersama Komunitas Positif

    1. Rata-rata 5 orang terdekat
      • Kita adalah cerminan orang-orang di sekitar. Carilah teman yang sama-sama berambisi menambah income.
      • Misal: adakan “dinner meetup” bareng teman yang ingin punya side hustle.
    2. Konten diet
      • Selain teman, “paparan konten” juga penting.
      • Minimal 1 jam sehari, konsumsi video, buku, atau podcast berkaitan bisnis atau money-making.
    3. Tingkatan selanjutnya
      • Kalau sudah di level 0 (nol) ke 1 (mulai cari 10 jutaan sebulan), kita belajar resource-level 1.
      • Kalau sudah mulai jalan, perlu event mastermind, event workshop, coach, dsb. Step by step seiring perkembangan.

    7. Ingat Bahwa Tujuan Bukan Hanya “Pencapaian Angka,” Tapi Menikmati Proses

    1. Kebebasan finansial pun akan terasa “kurang” jika tak disertai kepuasan batin.
    2. Tak sedikit orang dengan puluhan juta dolar masih merasa was-was, belum “merdeka” secara mental.

    Kata Ali: “Pada akhirnya, jangan lupa bersenang-senang. Seperti main game, selalu akan ada level selanjutnya.”

    Ringkasan: Langkah Praktis dari Ali

    1. Tentukan alasan “Kenapa”
      • Apa yang “financial freedom” berikan yang tak kita miliki sekarang? Pastikan alasannya jelas dan realistis.
    2. Tentukan target nominal + rentang waktu
      • Contoh: “Ingin mengumpulkan Rp1 Milyar dalam 5 tahun” atau “Ingin punya pasif income Rp 20 juta/bulan.”
    3. Periksa apakah “plan” kita sinkron dengan goal
      • Kalau gaji Rp 5 juta/bulan tapi target mau Rp 20 juta/bulan, jelas ada gap. Mau ubah goal atau rencana?
    4. Tambah pengetahuan bisnis & uang
      • Baca 4 buku tadi (MJ DeMarco, Noah Kagan, Alex Hormozi, Russell Brunson).
      • Dengarkan podcast recommended (Dan Priestley, Robin Waite, Nicholas Cole, Cody Sanchez).
    5. Hentikan alasan “tidak ada waktu”
      • Manfaatkan audiobook/podcast di waktu selip (commute, masak, olahraga).
      • Kurangi nonton TV, medsos berjam-jam.
    6. Jaga kesehatan dan mindset
      • Seimbangkan fisik, mental, emosional. Kita ini “atlet bisnis.”
      • Lakukan side hustle.
    7. Bergabung dengan orang sejalan
      • Cari komunitas, teman, acara, dan tontolah konten2 yang mendukung.
    8. Nikmati perjalanan
      • Setiap level akan membuka level baru. Hargai proses, bukan cuma hasil akhir.

    Kesimpulan: Kebebasan finansial itu bisa dicapai, asal mau mempelajari “peta” (caranya) dan mengeksekusi langkah-langkah yang tepat. Kalau kita tak sanggup keluar dari zona nyaman (misalnya menukar jam Netflix demi jam “belajar bisnis”), mungkin lebih bijak kalau menurunkan target. Tetapi kalau kita benar-benar serius, maka gunakan waktu untuk menyerap ilmu, menjaga kesehatan, dan membangun bisnis tanpa mengorbankan segalanya.

    @erwinsnada | 0818 750 500

  • Hello world!

    Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!