Category: Mindset

  • MARKETING GODFATHER: HOW TO BUILD AN AUDIENCE THAT BUYS (BEST HOUR YOU’LL SPEND TODAY)

    MARKETING GODFATHER: HOW TO BUILD AN AUDIENCE THAT BUYS (BEST HOUR YOU’LL SPEND TODAY)

    “Marketing isn’t about shouting louder. It’s about being worth talking about.”

    Seth Godin, author & entrepreneur


    The Modern Marketing Playbook:

    5 Langkah Seth Godin untuk Menyebarkan Ide & Membangun Bisnis yang Berarti

    Dalam dunia yang penuh distraksi, algoritma media sosial, dan ribuan produk baru tiap hari, muncul satu pertanyaan penting: Bagaimana cara agar produk, bisnis, atau ide saya bisa diperhatikan? Seth Godin, salah satu pemikir paling berpengaruh dalam dunia pemasaran, hadir membawa jawabannya melalui pendekatan yang berani dan jujur: Marketing bukan tentang menjual, tapi tentang menciptakan sesuatu yang pantas untuk dibicarakan.

    Berikut adalah lima langkah penting dari Seth Godin yang bisa kamu gunakan untuk menyusun strategi pemasaran dan bisnis yang bukan hanya berhasil, tapi juga berdampak dan bermakna.


    1. ✨ Ciptakan Sesuatu yang Layak Dibuat & Layak Diceritakan

    “Berhenti membuat barang biasa untuk orang biasa. Itu hanya menambah kebisingan.”

    Apa maksudnya?

    Kebanyakan orang berpikir mereka harus jadi kreatif atau orisinal secara ekstrem agar ide mereka sukses. Tapi Seth berkata sebaliknya: Jangan cari hal baru—cari hal yang layak dibuat. Gunakan model bisnis yang sudah terbukti, lalu isi dengan cerita dan kontribusi yang bermakna.

    Contoh nyata:

    • Tom’s Shoes: Membuat sepatu biasa (espadrilles) dengan misi sosial—untuk setiap sepatu yang dibeli, satu pasang didonasikan. Sepatu ini tidak “luar biasa” secara teknologi, tapi ceritanya luar biasa dan menyentuh.
    • By the Way Bakery: Toko kue bebas gluten dan susu. Produk sederhana, tapi sangat dibutuhkan oleh audiens spesifik, sehingga mereka sendiri yang menyebarkan kabar tentangnya.

    Tips praktis:

    • Jangan mulai dari fitur. Mulai dari kontribusi: apa yang ingin kamu ubah?
    • Tanyakan: “Kalau saya menghilang besok, apakah dunia kehilangan sesuatu?”

    2. 🎯 Bangun untuk Kelompok Kecil yang Peduli

    “Kita tidak kekurangan produk. Kita kekurangan hal yang layak dibicarakan.”

    Seth menyebut ini smallest viable audience — audiens terkecil yang cukup besar untuk menopang bisnis tapi cukup kecil untuk kamu layani secara personal.

    Mengapa ini penting?

    Mencoba menyenangkan semua orang = menyenangkan tidak ada orang. Fokus pada kelompok kecil membuatmu:

    • Lebih relevan
    • Lebih dipercaya
    • Lebih mudah menyebar dari mulut ke mulut

    Contoh praktis:

    • Agensi untuk ortodontis anak-anak. Alih-alih jadi agensi umum, kamu hanya fokus pada satu tipe klien. Dengan 20 klien setia, kamu bisa sukses tanpa perlu iklan besar.

    3. 🧠 Ceritakan Narasi yang Sesuai dengan Dunia Mereka

    “Orang tidak membeli produk. Mereka membeli cerita yang mengonfirmasi siapa diri mereka.”

    Penjelasan:

    Setiap orang punya worldview atau cara pandang terhadap dunia. Alih-alih mencoba mengubahnya, sesuaikan cerita bisnismu dengan cara pandang mereka.

    Cara melakukannya:

    • Tanyakan: Apa yang sudah mereka percaya sebelum saya datang?
    • Masukkan produkmu ke dalam narasi mereka, bukan sebaliknya.

    📌 Contoh Tom’s Shoes:

    Dibeli bukan karena kualitas, tapi karena cerita “aku membeli sambil membantu orang lain.” Cerita ini sesuai dengan nilai-nilai audiens: status + kebaikan.


    4. 📣 Biarkan Pelanggan yang Menyebarkan Ceritanya

    “Marketing bukan tentang menyebarkan. Tapi menciptakan kondisi agar orang lain ingin menyebarkan.”

    Apa artinya?

    Sukses bukan datang dari kamu “berteriak” paling keras. Tapi dari menciptakan pengalaman, produk, dan cerita yang membuat orang ingin membicarakannya.

    Psikologi di baliknya:

    • Status: Orang ingin terlihat keren, cerdas, atau peduli.
    • Afiliasi: Orang ingin merasa bagian dari kelompok tertentu.
    • Tension: Ada dorongan untuk bertindak karena rasa penasaran atau takut tertinggal.

    Contoh nyata:

    • Super Bowl Ads: Bukan karena hasil iklannya, tapi karena status & budaya di baliknya.
    • Produk skincare unik: Jika orang bertanya “kamu pakai apa sih?”—itulah saat penyebaran dimulai.

    5. 🕰️ Tunjukkan Diri dengan Konsisten & Murah Hati

    “Kamu tak bisa membangun sesuatu yang besar tanpa hadir secara konsisten.”

    Seth menulis blog setiap hari selama 5 tahun sebelum pembacanya meledak. Kuncinya adalah:

    • Tampil saat tidak ada yang menonton
    • Tetap muncul meski hasil belum kelihatan
    • Fokus pada value creation, bukan hanya value capture

    Contoh praktik:

    • Podcast yang hebat tidak dimulai dari audiens besar. Dimulai dari 10 orang pertama yang cukup peduli untuk memberitahu temannya.

    💬 Penutup: Ketika Semua Orang Berteriak, Berbisiklah dengan Bermakna

    Marketing di era modern bukanlah soal membujuk. Tapi soal menyentuh.

    Bukan soal algoritma. Tapi soal emosi, komunitas, dan nilai.

    Rangkuman 5 Langkah Seth Godin:

    1. Buat sesuatu yang pantas dibicarakan
    2. Fokus pada audiens terkecil yang relevan
    3. Tulis cerita yang cocok dengan keyakinan mereka
    4. Ciptakan pengalaman yang layak disebarkan
    5. Tunjukkan diri dengan konsisten dan murah hati

    📌 Kamu tidak perlu menjangkau semua orang. Cukup buat 10 orang jatuh cinta, dan biarkan mereka menyebarkan nyalanya.

  • THE $10M MULTIPRENEUR : HOW TO GET RICH IN THE NEW ERA OF AI

    THE $10M MULTIPRENEUR : HOW TO GET RICH IN THE NEW ERA OF AI

    “If you see an export button, you’re looking at a $1M AI business idea.”

    — Greg Eisenberg, entrepreneur and founder of Boring Marketing


    Cara Membangun Startup AI di 2025: Panduan Lengkap untuk Pemula Non-Teknis

    Dalam era software “pintar” yang didorong oleh AI, peluang untuk membangun bisnis menguntungkan terbuka sangat lebar—bahkan untuk orang yang tidak punya latar belakang teknologi. Melalui percakapan yang penuh wawasan antara pembawa acara podcast dan Greg Eisenberg, seorang entrepreneur sukses yang telah menjual tiga perusahaan sebelum usia 30, kita mendapatkan sebuah framework praktis tentang cara memulai bisnis AI dari nol di tahun 2025.

    Artikel ini merangkum playbook lima langkah membangun startup AI yang bisa dijalankan siapa pun—termasuk kamu yang mungkin sedang jenuh dengan pekerjaan saat ini dan ingin menciptakan bisnis berdampak.

    1. 🔍 Identifikasi Alur Kerja yang Menyakitkan

    “Painful workflow” adalah akar dari semua ide bisnis yang hebat.

    Setiap proses yang repetitif, membosankan, dan memakan waktu adalah ladang emas untuk otomatisasi dengan AI. Greg menyebutkan bahwa tombol Export di software adalah indikator bahwa di baliknya ada proses yang bisa diubah menjadi bisnis bernilai jutaan dolar.

    Cara Mengenalinya:

    • Amati pekerjaan kamu sendiri: Apa tugas berulang yang paling kamu benci?
    • Lihat tools yang kamu gunakan: Apakah kamu sering meng-export data untuk dianalisis secara manual?
    • Tanya dirimu: “Kalau ini bisa dilakukan AI, seperti apa bentuknya?”

    💡 Contoh Nyata:

    • Icon: Startup AI yang secara otomatis membuat iklan Facebook dan Instagram tanpa harus menyewa aktor atau tim editing.
    • Manis: AI agent dari Tiongkok yang bisa meneliti pasar, menganalisis kompetitor, mendesain produk, dan membuat strategi pemasaran dalam hitungan menit.

    Analogi:

    Bayangkan kamu bekerja sebagai marketing manager dan tiap minggu harus bikin 20 iklan baru secara manual. Proses ini melelahkan. Nah, jika ada AI yang bisa membantu membuat ratusan versi iklan hanya dengan satu perintah, itulah cikal bakal bisnis AI-mu.


    2. 🛠️ Bangun Versi Pertama Secepat Mungkin (Hack V1)

    Kuncinya bukan produk sempurna, tapi produk yang layak dicintai (Minimal Lovable Product).

    Jangan habiskan waktu berbulan-bulan membangun sesuatu tanpa tahu ada yang butuh atau tidak. Langkah terbaik adalah merilis versi sederhana secepat mungkin.

    Tools yang Bisa Digunakan:

    • V0.dev (Vzero): Desain dan kode website dari prompt sederhana.
    • Replit, Cursor, Bolt: Platform untuk “vibe coding” (kode cepat berdasarkan perintah).
    • Manis: Untuk riset pasar, produk, dan konten.

    📌 Contoh:

    Dalam video, mereka membuat situs direktori restoran NYC hanya dengan satu prompt seperti, “Saya ingin membuat direktori restoran lokal dengan desain seperti Apple/Warby Parker.” Dalam beberapa menit, situs sudah jadi dan siap dideploy.


    3. 📣 Distribusi Setiap Hari: Produk Tanpa Audiens = Gagal

    Distribusi adalah senjata rahasia bisnis AI.

    Produk yang bagus tanpa audiens hanya akan sepi tanpa pengguna.

    Greg menyarankan pendekatan ACP (Audience → Community → Product):

    1. Bangun audiens di media sosial terlebih dahulu.
    2. Bentuk komunitas dari audiens.
    3. Luncurkan produk untuk komunitas itu.

    Strategi Konten Harian:

    • Identifikasi audiens kamu.
    • Tentukan satu format konten per hari (misal: tweet opini Senin, tips Rabu, studi kasus Jumat).
    • Temukan “spike” konten—format yang paling banyak mendapat respon.
    • Ulangi dan sempurnakan.

    💬 Tips: Jangan hanya mengejar jumlah followers. Fokus ke tujuan nyata seperti 25.000 email list atau $1 juta dalam penjualan.


    4. ♻️ Fokus pada Retensi dan Loop Nilai

    Produk AI harus membuat pengguna terus kembali.

    Banyak produk AI gagal karena hanya “dibuka sekali” lalu dilupakan. Kuncinya adalah membangun core loop—fitur utama yang memberikan nilai berulang.

    Cara Menemukan Core Loop:

    • Tanyakan pada pengguna: Apa yang paling mereka sukai? Apa yang bikin mereka kembali?
    • Gunakan kombinasi:
      • 📊 Behavioral data: Pengguna aktif harian, retensi mingguan.
      • 🗣️ Attitudinal data: Feedback terbuka, survei, wawancara.

    💡 Analogi: Bayangkan kamu ke supermarket dan menghabiskan 45 menit serta $200. Data bilang kamu adalah pelanggan hebat. Tapi kenyataannya? Kamu hanya tersesat dan tidak menemukan apa yang dicari. Tanpa mendengar suara pelanggan, kamu hanya menebak-nebak.


    5. 🤝 Gandeng Kreator untuk Scale Up

    Kemitraan dengan kreator mempercepat pertumbuhan dan membangun kepercayaan pasar.

    Jika kamu belum punya audiens besar, kolaborasi dengan kreator bisa menjadi jalan pintas. Berikan potongan pendapatan yang menarik dan ajukan penawaran “win-win”.

    Cara Memulainya:

    • Kirim DM yang kuat dan unik, misalnya berupa video singkat personal.
    • Fokus pada apa yang bisa kamu berikan, bukan hanya apa yang kamu minta.
    • Tawarkan model bagi hasil atau kolaborasi yang menguntungkan.

    📌 Tips dari Greg:

    Salah satu cara paling efektif yang dia gunakan dulu adalah membuat video selfie 30 detik dan mengirimkannya ke 100+ jurnalis/kreator. Hasilnya? Banyak yang merespon dan membantu produknya viral.


    🎯 Kesimpulan: Siap Membangun Bisnis AI-mu?

    Untuk kamu yang mungkin merasa bukan “orang teknologi”, kabar baiknya adalah:

    ✅ Kamu tidak perlu jago ngoding.

    ✅ Kamu tidak perlu punya tim besar.

    ✅ Kamu hanya perlu rasa ingin tahu tinggi, keberanian untuk mulai, dan kemauan untuk belajar dari umpan balik.

    5 Langkah Inti:

    1. Temukan workflow yang menyakitkan dalam hidup atau pekerjaanmu.
    2. Buat versi pertama cepat dengan alat seperti V0.dev atau Manis.
    3. Bangun audiens dan distribusi konten setiap hari.
    4. Optimalkan loop utama produkmu dan dengarkan pelanggan.
    5. Gandeng kreator untuk memperluas jangkauan dan membangun komunitas.

    🧠 Era AI bukan untuk teknokrat saja—ini peluang buat kamu yang mau belajar, bereksperimen, dan memecahkan masalah nyata.

  • DAN KOE REVEALS HOW TO START A $4.000.000 WITH ZERO STRESS

    DAN KOE REVEALS HOW TO START A $4.000.000 WITH ZERO STRESS

    “It’s not about dominating an industry—it’s about taking your piece of the pie.”

    Kutipan ini mungkin jadi cerminan terbaik dari pemikiran Dan Koe, seorang kreator dan pengusaha digital yang dikenal karena membangun bisnis satu orang (one-person business) yang bisa menghasilkan jutaan dolar—tanpa kantor besar, tanpa tim besar, dan hanya dengan menulis dua jam sehari. Dalam sebuah wawancara mendalam, Dan berbagi kisah hidup, filosofi, dan strategi membangun bisnis yang sangat relevan untuk siapa saja yang ingin membangun kebebasan finansial dan personal di era digital.

    Artikel ini akan merangkum wawancara tersebut menjadi pembahasan edukatif dan sistematis tentang:

    1. Filosofi bisnis satu orang
    2. Evolusi kerja dan ancaman AI
    3. Membangun personal brand dan produk digital
    4. Mengatasi belief yang membatasi (limiting beliefs)
    5. Framework lima langkah membangun one-person business

    1. Filosofi Bisnis Satu Orang: Bukan Soal Skala, Tapi Soal Kebebasan

    Dan Koe memulai segalanya dengan satu tujuan utama: tidak ingin hidup seperti kebanyakan orang yang lelah, tidak punya waktu, dan kehilangan arah. Ia menyadari sejak usia muda bahwa banyak orang dewasa di sekitarnya, termasuk orang tuanya, menjalani hidup dalam pola yang stagnan—kerja 9–5, pulang ke rumah dalam keadaan letih, lalu mengulanginya setiap hari.

    💡 Satu orang, satu produk, satu misi

    Menurut Dan, bisnis tidak harus besar atau kompleks. Sebagai satu individu, kita cukup mengambil sebagian kecil dari pasar yang sudah ada dengan menciptakan versi yang lebih baik dan lebih sesuai dengan kebutuhan kita sendiri dari produk yang pernah kita gunakan dan rasakan manfaatnya.

    📌 Intinya:

    • Bukan soal menjadi nomor satu di industri, tapi tentang mendapatkan bagian kecil yang cukup untuk mengubah hidupmu.
    • Teknologi saat ini memungkinkan siapa saja untuk membuat website, membangun audiens, dan menjual produk secara mandiri—hal yang dulunya butuh tim dan modal besar.

    2. Evolusi Dunia Kerja & Tantangan AI: Siapkah Kita Digantikan?

    Dan menyinggung soal istilah yang viral: Mass Replacement atau penggantian massal tenaga kerja oleh AI dan automasi. Walaupun terdengar dramatis, kenyataannya memang banyak pekerjaan level pemula (entry-level) yang mulai digantikan oleh mesin.

    📌 Dampak AI:

    • Banyak pekerjaan akan hilang, tapi AI juga akan menciptakan jenis pekerjaan baru.
    • Yang bisa digantikan: pekerjaan yang rutin dan bisa diotomatisasi.
    • Yang tidak bisa digantikan: kreativitas, pendidikan, pengembangan diri, dan pekerjaan yang menyangkut pemahaman manusia.

    💡 Analogi liburan:

    “Coba bayangkan liburan panjang. Di awal terasa menyenangkan, tapi setelah beberapa minggu, kebanyakan orang ingin kembali ke rutinitas. Bukan karena kita cinta kerja, tapi karena kerja memberi struktur, makna, dan rasa berkembang.”

    👉 Solusinya?

    Kita perlu beradaptasi, bukan hanya secara teknis, tapi juga secara mental dan emosional. Dunia kerja baru menuntut kita untuk:

    • Menjadi lebih kreatif,
    • Menjadi lebih ahli dalam bidang kita,
    • Atau membangun sesuatu sendiri dari skill yang kita miliki.

    3. Framework 5 Langkah Membangun Bisnis Satu Orang

    Dan Koe membagikan kerangka berpikir sederhana namun powerful untuk membangun bisnis digital dengan satu orang:

    1. Selesaikan masalahmu sendiri dan jual solusinya

    Banyak orang mencari ide bisnis dari luar, padahal sumber terbaik adalah dari pengalaman pribadi. Misalnya:

    • Kamu dulunya gemuk dan sekarang fit? Bantu orang lain dengan metode yang kamu pakai.
    • Kamu bisa mengatur waktu dengan efektif? Buat planner digital atau panduan produktivitas.

    🧠 Kenapa ini efektif?

    • Kamu tahu rasa sakitnya,
    • Kamu tahu cara mengatasinya,
    • Kamu bisa menjelaskannya dengan gaya khasmu—itulah yang membuat produkmu unik.

    2. Buat digital storefront dan bangun audiens

    Anggap media sosialmu sebagai toko digital. Orang harus tahu kamu ‘buka toko’ sebelum mereka membeli.

    Langkah-langkah:

    • Buat profil profesional tapi otentik (gunakan nama sendiri lebih baik).
    • Pilih 1–2 platform utama (X/Twitter, Instagram, YouTube).
    • Posting tiap hari ide, pengalaman, dan solusi dari masalah yang kamu selesaikan.

    📌 “Orang tidak peduli kamu siapa, mereka peduli kamu bisa bantu mereka dengan cara yang bisa mereka pahami.”

    3. Kembangkan micro-offer

    Produk awal tidak perlu kompleks.

    Contoh:

    Buat 4 sesi coaching (1 jam per minggu) seharga $1.000 yang membantu seseorang dari titik A ke B. Ini lebih cepat dijual daripada bikin kursus besar-besaran sejak awal.

    🔥 Kenapa ini penting?

    • Validasi ide → kamu dapat feedback langsung.
    • Uang masuk lebih cepat → kamu semangat lanjut.
    • Nanti bisa kamu ubah jadi digital product, cohort, atau layanan lainnya.

    4. Recycle konten: satu sumber, banyak bentuk

    Misalnya kamu suka nulis newsletter mingguan:

    • Ambil bagian-bagian pendek → jadi tweet.
    • Ambil paragraf padat → jadi skrip YouTube.
    • Ambil konten newsletter → jadi ebook.

    💡 Fokus pada satu konten panjang (long-form) per minggu → lalu ubah jadi 5–10 konten pendek untuk distribusi.

    5. Skala dengan audiens, bukan tim

    Kalau kamu sudah punya produk dan audiens, cara scale-nya:

    • Tambah traffic → lewat konten yang lebih baik dan konsisten.
    • Tambah variasi produk → ebook, komunitas, cohort, tools.
    • Otomatiskan sistem (email sequence, landing page, dsb).

    Kuncinya: kamu naik level karena skill dan audiensmu naik, bukan karena nambah karyawan.

    4. Menghadapi Limiting Beliefs (Keyakinan Pembatas)

    Dan menekankan bahwa kendala utama bukan skill, tapi keyakinan bahwa kamu tidak bisa.

    🔍 Contoh limiting beliefs:

    • “Siapa yang mau beli dari saya?”
    • “Saya belum ahli, gak layak jual produk.”
    • “Udah banyak yang bikin, saya telat mulai.”

    Solusinya:

    • Belajar dari orang yang baru 1–2 langkah di depanmu, bukan langsung dari Elon Musk.
    • Tulis ulang ide dari orang lain dengan perspektifmu sendiri.
    • Bangun validasi dari pengalamanmu sendiri dan interaksi dengan audiens kecil dulu.

    5. Kesimpulan: Kembangkan Jalanmu Sendiri

    Kisah Dan Koe adalah bukti nyata bahwa di era digital ini, siapa pun bisa membangun jalan suksesnya sendiri. Tidak harus lewat perusahaan besar, tidak harus dengan tim besar, dan tidak harus dengan modal besar.

    ✅ Ringkasan langkah penting:

    1. Selesaikan masalahmu sendiri → jual solusinya.
    2. Bangun digital storefront (profil + konten).
    3. Buat micro offer untuk validasi dan income awal.
    4. Gunakan satu konten panjang → ubah jadi banyak konten pendek.
    5. Skala lewat audiens, bukan tim.

    💬 “Bukan soal punya ide orisinal—tapi soal menyampaikan ide dengan perspektifmu.”


    Jika kamu pernah merasa stuck, tidak yakin, atau merasa “telat” memulai—ingat: semua orang sukses yang kamu lihat di luar sana juga pernah memulai dari nol. Yang membedakan mereka adalah keberanian untuk mulai, meskipun belum sempurna.

    Kalau kamu ingin mulai membangun bisnismu sendiri, sekarang adalah waktu terbaik. Jangan tunggu semua siap. Mulai dari satu ide, satu solusi, dan satu langkah hari ini.

  • 13 YEARS OF BRUTALLY HONES BUSINESS ADVICE IN 90 MINS

    13 YEARS OF BRUTALLY HONES BUSINESS ADVICE IN 90 MINS

    “Solve rich people problems. They pay better.”

    Kutipan sederhana dari Alex Hormozi ini membuka pintu ke realitas bisnis yang jarang dibahas. Bukan karena terdengar kasar, tapi karena menyentuh inti persoalan yang kerap kita hindari: sebagian besar dari kita sibuk jualan ke orang yang salah, menawarkan produk yang biasa saja, dan terlalu sibuk mengejar pertumbuhan yang semu.

    Artikel ini akan membongkar 11 kebenaran brutal dari 13 tahun pengalaman Alex Hormozi membangun dan menjual bisnis bernilai jutaan dolar. Ini bukan teori—tapi kumpulan pelajaran keras, penuh luka, dan sangat aplikatif, yang bisa mengubah cara kamu membangun bisnis selamanya.

    1. Jual ke Orang Kaya Dulu, Baru ke yang Lain

    Sebelum kamu punya infrastruktur, tim, dan modal yang solid, menjual ke pasar massal adalah jalan menuju frustrasi. Hormozi mencontohkan Tesla: mereka tidak mulai dari mobil murah, tapi dari Roadster seharga $250.000. Kenapa? Karena margin besar dari pelanggan kaya memungkinkan kamu overdeliver sambil tetap untung.

    📌 Insight penting:

    • Orang miskin mengharapkan 10% dari kekayaan mereka menghasilkan hasil setara dengan 10% dari kekayaan orang kaya.
    • Bisnis seperti Amazon dan Walmart bisa jual murah karena dari awal dibangun untuk volume.
    • Kalau kamu tidak bisa bikin sistem skala besar dari awal, main di niche premium dulu.

    Contoh konkret:

    • Acquisition.com: hanya melayani entrepreneur kaya yang sudah punya bisnis besar.
    • School: platform untuk pemula, tapi baru dibangun setelah Acquisition sukses, dan butuh investasi jutaan dolar selama bertahun-tahun.

    💡 Tips Praktis:

    • Mulai dari segmen kecil yang punya daya beli tinggi.
    • Buat produk dengan hasil besar dan delivery cepat.
    • Tawarkan layanan white-glove yang sangat personal.

    🎯 Recap: Fokuslah pada value yang tinggi dan pelanggan yang bisa membayar mahal dulu. Skala boleh nanti.

    2. Bukan Kurang Info, Tapi Kurang Prioritas

    Masalah kebanyakan entrepreneur bukan kurang tahu, tapi bingung harus memprioritaskan yang mana. Banyak yang malah sibuk di 56 bisnis yang nggak ada satu pun yang nendang. Sementara kalau satu saja difokuskan, hasilnya bisa 5x lipat.

    📌 Framework pemikiran:

    • Apa goal-mu?
    • Apa masalah utama yang sedang kamu coba selesaikan?
    • Sudahkah kamu mendefinisikan current state, desired state, dan obstacle?

    💡 Cerita nyata:

    • Seorang founder media besar tidak bisa monetisasi karena… tidak punya produk! Mereka sibuk optimasi SOP padahal belum ada yang dijual.
    • Banyak sales expert yang datang minta tips sales padahal problemnya bukan di closing, tapi di lead generation atau delivery.

    Inti penting:

    • Jangan jatuh cinta pada kekuatanmu sendiri.
    • Tanyakan: apa satu hal besar yang, kalau dilakukan, akan membuat semua masalah lainnya hilang?
    • Strategi = alokasi sumber daya terbatas terhadap opsi tak terbatas.

    3. Tim Kamu Nggak Sebagus yang Kamu Kira

    Kebanyakan bisnis stagnan bukan karena pasar, tapi karena tim yang levelnya biasa saja. Dan ini karena kamu punya standar yang terlalu rendah.

    📌 Tanda-tanda umum:

    • Banyak aturan konyol? Itu tandanya kamu mempekerjakan orang yang salah.
    • Kamu harus menjelaskan terlalu detail? Tandanya timmu butuh micromanagement karena mereka nggak bisa mikir sendiri.

    Solusi konkret:

    • Terapkan aturan Amazon: every hire should raise the average.
    • Kalau kamu hire A+ talent, mereka bisa kasih 10x hasil dari B player.
    • Banyak pengusaha enggan memecat ‘orang lama’ karena loyal, padahal mereka nggak lagi cocok di posisi sekarang.

    💡 Tip: Kalau kamu takut memecat orang, frame-lah sebagai investasi dalam diri mereka: “Saya mau kamu belajar dari orang yang 10 tahun lebih berpengalaman. Saya bayar dia untuk ngajarin kamu.”

    📈 Insight ekstra:

    • Orang yang dulu perform bisa jadi nggak cocok untuk fase bisnis sekarang.
    • Promosi terlalu cepat bisa jebak orang di level inkompetensi.

    4. Brand = Compound Interest dalam Bisnis

    Brand itu seperti investasi jangka panjang. Awalnya mahal, lama, dan tidak terasa hasilnya. Tapi begitu mulai “berbuah”, dampaknya bisa melampaui semua strategi marketing.

    📌 Tiga fondasi brand:

    1. Apa yang kamu katakan (konten, iklan)
    2. Apa yang orang lain katakan (testimoni, referensi)
    3. Apa yang dirasakan pelanggan (pengalaman langsung)

    💡 Kenapa ini penting?

    • Brand memungkinkan kamu menaikkan harga di atas market dan tetap dibeli.
    • Orang akan terus beli meski ada produk lebih murah.
    • ROI dari brand diukur dari seberapa besar premium yang bisa kamu charge.

    Tips branding jangka panjang:

    • Konsisten deliver value.
    • Jujur dalam janji.
    • Perkuat bukti sosial.
    • Bangun pengalaman yang bikin orang jadi promotor setia.

    5. Sistem Uang Harus Dibongkar Hingga Aksi Paling Mikro

    Kamu nggak bisa skala sesuatu yang kamu sendiri nggak ngerti cara kerjanya. Setiap proses, dari iklan sampai delivery, harus bisa diurai ke level aksi terkecil.

    📌 Contoh:

    • Kenapa nggak bisa scale ads dari $5K ke $50K per hari? Cari tahu:
      • Iklan kurang bagus? ➝ perbaiki struktur dan variasinya.
      • Tim sales nggak cukup? ➝ hitung berapa outreach dibutuhkan per hire.
      • Produk nggak bisa handle volume? ➝ sistematisasi delivery.

    Kunci:

    • Semakin vague instruksi, semakin tinggi skill orang yang dibutuhkan.
    • Dokumentasikan semuanya agar bisa dilatih ulang dan diulang.

    💡 Tools:

    • Breakdown funnel jadi KPI per step.
    • Pastikan semua metrik punya driver jelas.
    • Cek setiap constraint: apakah skill, sistem, atau kapasitas?

    6. Kualitas Lebih Penting dari Hack

    Kamu nggak akan menang dengan terus kejar algoritma hack terbaru. Platform akan selalu memberi ruang bagi konten terbaik. Fokuslah ke sana.

    📌 Pendekatan:

    • Buat satu hal yang luar biasa daripada 100 hal biasa-biasa saja.
    • Kuasai “seni pengulangan”: 1 draf, 2 revisi, 3 edit, 4 poles, 5 sanding.

    💡 Analogi:

    • Kualitas = lapisan cat.
    • Kamu terus poles, cek dari sisi berbeda, sanding ulang, sampai hasilnya halus.

    🎯 Framework:

    • Kualitas bisa diajarkan lewat proses.
    • Buat checklist tiap tahap produksi (ide, eksekusi, editing, review).

    7. Kalau Mau Lebih Besar, Jadi Lebih Baik

    Growth demi growth = bloat. Growth karena kualitas = compound. Hormozi belajar ini dari Chick-fil-A dan Elon Musk.

    📌 Mindset:

    • Jangan scale kalau produkmu belum bikin orang ketagihan.
    • Cuma iklankan produk yang kalau orang coba, langsung ngefans berat.

    Contoh:

    • Hormozi baru invest di School.com setelah tanpa marketing pun user growth-nya organik dan kuat.

    💡 Kata Elon: Masuk ke market baru? Produkmu harus 10x lebih baik dari yang sudah ada.

    8. Orang Terbaik Selalu Lebih Mahal—Dan Selalu Sepadan

    Masih berpikir hemat-hemat gaji bikin bisnis untung? Salah besar. Orang terbaik memang mahal, tapi hasilnya bisa 10x lipat.

    📌 Studi kasus pribadi Hormozi:

    • Karyawan $50K ➝ bantu buka cabang baru, profit $250K.
    • Sales $300K ➝ revenue $5 juta.
    • Eksekutif $1 juta ➝ efisiensi $3 juta, bantu akuisisi.

    Pelajaran:

    • Semakin mahal talent, justru return-nya makin besar.
    • Tapi kamu juga harus punya visi dan misi yang layak didukung.
    • Jangan berharap A-player mau gabung ke bisnis setengah hati.

    9. Masalah Utama Adalah Masalah Paling Jelas

    Kita suka menghindar dari masalah utama karena menyakitkan untuk diakui. Tapi sering kali jawabannya adalah: produkmu biasa aja.

    📌 Pertanyaan menyakitkan:

    • Apakah kamu pernah pakai produkmu sendiri?
    • Apakah orang keluar dari produkmu dan bilang, “GILA INI GOKIL!”

    💡 Jika belum, jangan skala dulu. Biarkan cuma sedikit orang yang tahu bahwa produkmu masih biasa aja.

    Baru scale saat:

    • Word of mouth sudah jalan.
    • Orang promosiin tanpa disuruh.
    • Produk jadi topik obrolan sehari-hari.

    10. Waktu Fokus = Satu-Satunya Cara Bergerak Maju

    Kalau kamu kerja 12 jam tapi nggak ada hasil nyata, kemungkinan besar kamu mengerjakan hal yang tidak penting. Hormozi: “Kadang kamu harus biarkan api kecil menyala, agar api besar bisa padam.”

    📌 Solusi:

    • Blok 4–6 jam setiap pagi untuk kerja terdalam.
    • Tunda semua meeting ke sore.
    • Jangan jadikan DM dan email sebagai prioritas.

    💡 Pertanyaan harian:

    “Apa satu hal yang kalau saya lakukan hari ini, semua masalah lainnya jadi lebih kecil atau hilang?”

    Penutup: Jangan Kejar Heboh, Kejar Hebat

    Pernah dengar kalimat: “Growth hides all sins”? Banyak bisnis tumbuh cepat, tapi rapuh di dalam. Jangan jadi salah satunya.

    “Mediocrity is a choice. Excellence is a habit.”

    Kalau kamu serius bangun bisnis jangka panjang, artikel ini bukan sekadar bahan baca—tapi bahan renung dan revisi strategi.

  • Strategi Penjualan Terbaru dari China: Auto Closing di Era AI!

    Strategi Penjualan Terbaru dari China: Auto Closing di Era AI!

    Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, profesi sales seringkali dipertanyakan. Apakah sales akan digantikan oleh AI? Bagaimana kita bisa tetap relevan dan bahkan “auto closing” di era digital ini? Mari kita selami ilmu penjualan terbaru, termasuk pelajaran berharga dari Tiongkok.

    AI: Ancaman atau Peluang untuk Tenaga Penjualan?

    Tidak bisa dimungkiri, AI akan mengambil alih pekerjaan yang bersifat rutin. Dalam dunia penjualan, ini termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar pelanggan yang sering berulang. James Gwee, seorang pakar penjualan, mencontohkan pertanyaan seputar usia peserta pelatihan, apakah cocok untuk introvert, atau detail praktik dan diskon – semua ini bisa diprogram ke AI untuk dijawab secara konsisten dan akurat. Bahkan, AI bisa memberikan jawaban terbaik tanpa terpengaruh mood seperti manusia.

    Data menunjukkan bahwa 41% pekerjaan diproyeksikan akan digantikan oleh AI dalam lima tahun mendatang. Namun, daripada panik, fokuslah pada 59% pekerjaan yang tidak akan digantikan. Inilah peluang kita!

    AI sebagai Senjata Rahasia Sales Masa Kini

    AI, khususnya chatbot seperti ChatGPT, bukanlah musuh, melainkan tools yang bisa sangat membantu tenaga penjualan. Bayangkan, Anda bisa menggunakan ChatGPT untuk:

    • Meningkatkan strategi follow-up Anda
    • Menganalisis pertanyaan, permintaan, dan keberatan umum dari pelanggan.
    • Mendapatkan respons terbaik, misalnya saat pelanggan bilang “mahal”.
    • Menyusun sales script yang memukau.

    Kunci untuk memanfaatkan AI adalah “prompting skill”. Semakin tepat pertanyaan yang Anda ajukan ke AI, semakin brilian jawaban yang Anda dapatkan.

    Strategi Penjualan Modern: Psikologi di Balik Closing

    1. WA sebagai Teaser, Bukan Ensiklopedia: Menjual via WA itu sulit karena tidak ada unsur “sungkan” seperti interaksi langsung. Jangan langsung memberikan semua informasi detail. Gunakan WA sebagai “teaser” untuk membangkitkan rasa penasaran dan mendorong janji temu. Memberikan informasi lengkap di awal justru seringkali membuat pelanggan ghosting karena merasa tidak lagi membutuhkan Anda.
    2. Mengundang, Bukan Memaksa: Penjualan yang efektif adalah dengan “mengundang” (inviting), bukan “memaksa” (pushing). Pancing pelanggan untuk masuk lebih dalam ke kebutuhan mereka. Ajukan pertanyaan yang membuat mereka memikirkan manfaat dan komitmen, seperti “Kalau lu serius untuk berubah, lu siap enggak komit 3 hari seminggu?”
    3. Bukan Pusat Informasi: Ingat, Anda adalah sales, bukan pusat informasi. Jika Anda hanya memberikan informasi lengkap, pelanggan akan pergi setelah mendapatkannya.
    4. Filtering Prospek: Gunakan setiap pertanyaan sebagai filter. Tanyakan “Lu serius enggak?” atau “Siap enggak?” untuk menyaring prospek yang benar-benar berminat.
    5. Marketing Jujur (Raw Unfiltered Marketing): Terkadang, jujur dan menunjukkan “mentah”-nya proses bisa membangun rasa penasaran dan kepercayaan. Misalnya, mengakui bahwa seseorang datang karena sungkan atau ingin melihat-lihat, lalu menetralkan mindset tersebut dengan penawaran yang menarik.
    6. Jual Prestige, Bukan Bahan Baku: Untuk produk premium, fokuslah pada nilai dan prestige yang ditawarkan, bukan hanya harga pokok produksi (HPP). Pelanggan di segmen ini membeli merek dan status.

    Kepemimpinan dan Pembelajaran dari China

    • Adaptasi adalah Kunci: Baik tenaga penjualan maupun pemilik bisnis harus adaptif. Mindset bos yang konvensional bisa menghambat kemajuan tim sales.
    • Fokus pada Peluang: Seorang pemimpin sejati selalu melihat peluang di balik setiap ancaman. Seperti Presiden Tiongkok yang menyebut negaranya “samudra” yang terbiasa dengan badai, dan krisis dengan AS justru membuka peluang di pasar lain.
    • Tanggung Jawab Atasan: Dalam budaya manajemen Tiongkok, atasan bertanggung jawab penuh atas keberhasilan bawahan. Jika bawahan tidak berprestasi, itu karena atasan gagal mengembangkannya.
    • Filosofi Bisnis “Hulu ke Hilir”: Pelajaran dari perusahaan seperti BYD di China menunjukkan kekuatan menguasai seluruh rantai bisnis dari hulu ke hilir (misalnya, pertambangan bahan baku) untuk meminimalkan ketergantungan eksternal dan mencapai ketangguhan.
    • Rekrutmen Berbasis Visi: Perusahaan seperti Alibaba merekrut karyawan dengan cita-cita tinggi, bukan hanya demi uang. Mereka percaya bahwa orang yang punya cita-cita kecil akan cepat puas dan sulit didorong untuk berprestasi lebih tinggi.
    • Pengambilan Keputusan Berbasis Data: Alibaba mengambil keputusan berdasarkan data, bukan hanya perasaan atau subjektivitas.

    Di era ini, kita perlu terus belajar dan beradaptasi. Manfaatkan AI sebagai alat, ubah strategi penjualan menjadi lebih psikologis dan mengundang, dan terinspirasi dari ketangguhan serta visi bisnis dari negara-negara maju seperti Tiongkok. Ini bukan hanya tentang bertahan, tetapi tentang menemukan peluang besar di tengah tantangan!

    @erwinsnada | 0818 750 500

  • MY HONEST ADVICE TO SOMEONE WHO WANTS PASSIVE INCOME

    MY HONEST ADVICE TO SOMEONE WHO WANTS PASSIVE INCOME

    “Kebebasan itu mahal, tapi bisa diraih.”

    Kalimat ini merangkum semangat di balik pencarian passive income oleh banyak orang. Dalam sebuah percakapan santai selama liburan, Ali—seorang mantan dokter yang kini menjadi pengusaha—berbincang dengan temannya Harry yang sedang galau dengan pekerjaannya dan bermimpi memiliki penghasilan pasif. Dari percakapan itu lahir serangkaian insight berharga tentang passive income, cara berpikir, dan langkah konkret untuk meraihnya.

    Artikel ini akan membedah percakapan mereka, menyusun ulang ide-ide pentingnya dalam struktur yang runtut, edukatif, dan mudah dipahami—cocok untuk siapa saja yang sedang mencari jalan menuju financial freedom.

    1. Mengapa Orang Mengejar Passive Income?

    🧠 Intisari

    Tujuan utama dari passive income bukan sekadar uang, melainkan kebebasan—bebas memilih pekerjaan, waktu, dan cara hidup.

    📌 Penjabaran

    • Passive income ≠ Tanpa usaha Ali menekankan bahwa kebanyakan orang tidak benar-benar ingin “tidak bekerja sama sekali”, tapi ingin memisahkan penghasilan dari waktu aktif kerja.
    • Motivasi utama: kebebasan Harry, seorang pengacara, merasa pekerjaan tetapnya membatasi. Ia ingin kebebasan untuk bekerja dari mana saja, melakukan hal yang disukai, dan punya kendali atas waktunya.
    • Magic number Harry menetapkan target: £10.000 per bulan dari penghasilan pasif. Ini dianggap cukup untuk menggantikan gajinya dan membiayai hidup ideal.

    📎 Takeaway

    Passive income adalah alat untuk meraih kebebasan hidup, bukan jalan pintas jadi kaya tanpa usaha.

    2. Dua Sumber Daya Utama: Waktu dan Uang

    🧠 Intisari

    Setiap bentuk penghasilan—aktif atau pasif—datang dari investasi waktu atau uang ke dalam suatu sistem.

    📌 Penjabaran

    • Metafora kapal Dunia kerja diibaratkan kapal: kita bisa jadi kru di kapal orang lain (karyawan), atau membangun kapal sendiri (wirausaha).
    • Kerja aktif vs. pasif Bekerja di perusahaan orang lain berarti menukar waktu untuk uang—penghasilan aktif. Agar jadi pasif, kita perlu menginvestasikan uang atau membangun sistem.
    • Opsi umum: tabungan dan investasi Dua cara termudah memulai passive income:
      • Menyimpan uang di rekening berbunga
      • Berinvestasi di indeks saham seperti S&P 500
    • The 4% Rule Untuk hidup dari investasi, dibutuhkan portofolio besar. Misalnya, £3 juta untuk menghasilkan £120.000 per tahun secara pasif.

    Takeaway

    Passive income lahir dari pengelolaan dua sumber daya: waktu dan uang—bukan dari keajaiban.

    3. Membangun Kapal Sendiri: Jalan Cepat tapi Menantang

    🧠 Intisari

    Membangun bisnis sendiri adalah cara paling menjanjikan (namun menantang) untuk menciptakan penghasilan pasif jangka panjang.

    📌 Penjabaran

    • Wujud bisnis pasif Bisa berupa:
      • Produk digital (eBook, kursus online)
      • Properti sewaan
      • Aplikasi atau alat berbasis kode
    • Tantangan internal lebih dominan Rasa takut, tidak percaya diri, dan “tidak punya ide” sering kali jadi penghalang utama untuk memulai.
    • Langkah pertama: “Now, not How” Ali menyarankan tantangan sederhana dari buku Million Dollar Weekend: kirim pesan ke teman dan tanyakan, “Bisnis apa yang cocok untukku?”
    • Identifikasi ide bisnis Temukan irisan antara:
      • apa yang kamu suka
      • apa yang kamu kuasai
      • apa yang dibutuhkan orang lain
      • apa yang bisa menghasilkan uang

    Takeaway

    • Bisnis sendiri bisa jadi mesin penghasilan pasif, tapi butuh keberanian untuk melewati ketakutan awal dan mulai membangun.

    4. Belajar “Memenangkan Pekerjaan”, Bukan Sekadar “Melakukannya”

    🧠 Intisari

    Untuk sukses sebagai pebisnis, kita harus belajar cara mendapatkan klien—bukan hanya menyelesaikan pekerjaan.

    📌 Penjabaran

    • Doing the work vs. winning the work Di dunia kerja, banyak orang ahli di bidangnya, tapi tidak tahu cara memasarkan keahlian tersebut.
    • Kunci bisnis: buat dan jual Semua bisnis bisa disederhanakan menjadi dua langkah:
      • Buat sesuatu yang dibutuhkan
      • Jual kepada yang membutuhkan
    • Bangun keahlian melalui pekerjaan sekarang Misalnya, ikut dalam tim pemasaran, penjualan, atau pengembangan produk di kantor.
    • Belajar sambil jalan Konsumsi pasif (baca buku, tonton video) itu penting, tapi pengalaman langsung dari menjual jasa/produk sendiri jauh lebih berdampak.

    Takeaway

    Pebisnis sukses bukan hanya ahli di bidangnya, tapi juga tahu cara mendapatkan pelanggan.

    5. Kasus Nyata: Membangun Ide Bisnis Harry

    🧠 Intisari

    Harry menemukan ide bisnis potensial dari kombinasi keahlian pribadi dan kebutuhan di komunitasnya: emosional intelligence untuk profesional pria.

    📌 Penjabaran

    • Kekuatan Harry: suka menulis dan punya EQ tinggi
    • Target pasar: pria profesional—khususnya pengacara—yang ingin mengembangkan EQ
    • Monetisasi potensial:
      • Workshop untuk firma hukum
      • Kursus online untuk pria dewasa
      • Konten edukatif via newsletter atau blog
    • Model bisnis awal: membangun audiens lewat LinkedIn dan Substack

    📎 Takeaway

    Bisnis terbaik sering muncul dari gabungan minat pribadi, keahlian, dan kebutuhan komunitas yang kita kenal.

    6. Realita: Disiplin Lebih Sulit dari Ide

    🧠 Intisari

    Bukan kurang ide yang membuat gagal, tapi kurang konsistensi dalam mengeksekusi.

    📌 Penjabaran

    • Harry sempat mulai Ia menulis beberapa postingan di LinkedIn, tapi berhenti setelah dua minggu.
    • Masalah klasik: J-curve Banyak model bisnis (terutama yang berbasis audiens) butuh waktu lama sebelum menghasilkan uang.
    • Butuh stamina, bukan hanya motivasi Rasa “tidak punya waktu” sering kali sebenarnya “tidak menjadikannya prioritas”.
    • Solusi: nikmati prosesnya Temukan cara agar proses membangun terasa menyenangkan, bukan hanya demi hasil akhir.

    📎 Takeaway

    Membangun passive income butuh ketekunan jangka panjang, terutama saat belum terlihat hasilnya.

    Penutup

    Perjalanan menuju passive income bukan jalan tol bebas hambatan. Ia lebih seperti jalan setapak menanjak yang menguji ketekunan, kejelian, dan mentalitas jangka panjang. Tapi bagi mereka yang bersedia melangkah—satu langkah kecil demi satu langkah kecil—di ujung sana terbuka pintu kebebasan yang begitu didambakan.

    @erwinsnada | 0818 750 500

  • HOW I MANAGE MY TIME – THE TRIAGE SYSTEM

    HOW I MANAGE MY TIME – THE TRIAGE SYSTEM

    Sistem Triage: Cara Mengelola Waktu Seperti Dokter Darurat

    Kalau kamu sering merasa hari berlalu terlalu cepat dan to-do list malah semakin panjang, ini bukan karena kamu kurang produktif. Masalahnya adalah kamu mencoba melakukan segalanya, padahal tugas-tugas itu tidak memiliki prioritas yang sama.

    Sama seperti di ruang gawat darurat, dokter tidak menangani pasien berdasarkan urutan kedatangan, tapi berdasarkan tingkat urgensi. Begitu juga dalam kehidupan dan pekerjaan, kita harus mengerjakan hal yang paling penting dulu, bukan sekadar menyelesaikan banyak hal.

    Metode triage ini memiliki 6 prinsip utama yang bisa mengubah cara kamu mengelola waktu dan meningkatkan produktivitas tanpa stres.

    1️⃣ Daily Reset: Menyusun Prioritas Setiap Hari

    💡 “Tiap hari, kita perlu menyusun ulang prioritas, bukan bekerja dengan daftar tugas tak berujung.”

    Di rumah sakit, dokter menggunakan selembar kertas setiap hari untuk mencatat tugasnya. Tugas yang belum selesai di hari sebelumnya tidak otomatis dibawa ke hari berikutnya, kecuali benar-benar penting.

    Bagaimana menerapkannya?

    • Mulai hari dengan “daily reset”, bukan bekerja dari daftar panjang.
    • Tanyakan diri sendiri: Apa 3 tugas paling penting yang harus aku selesaikan hari ini?
    • Gunakan jurnal atau kertas kecil, tulis prioritas harian, lalu buang di akhir hari.

    Metode ini mencegah kita menumpuk tugas-tugas yang tidak penting dan membangun kebiasaan memilih pekerjaan yang benar-benar berdampak.

    2️⃣ Handwritten Box Method: Manajemen To-Do List yang Efektif

    📌 “Bukan cuma mencoret tugas selesai, tapi juga menandai progresnya.”

    Sebagian besar dokter tidak hanya mencentang tugas yang selesai. Mereka menggunakan kotak bertingkat untuk menandai progres pekerjaan:

    ✅ Kotak kosong = Tugas belum dikerjakan

    ➖ Kotak setengah coret = Tugas sudah dimulai

    🟩 Kotak diarsir penuh = Tugas hampir selesai

    ❌ Dicoret sepenuhnya = Tugas selesai

    Manfaat metode ini:

    • Membantu melihat progres dengan jelas tanpa merasa tertinggal.
    • Memberi kepuasan setiap kali ada kemajuan, meskipun tugas belum selesai sepenuhnya.

    Kamu bisa pakai cara ini untuk proyek besar seperti membuat konten, menulis buku, atau menjalankan bisnis.

    3️⃣ Real-Time Triage: Fokus ke Hal yang Paling Penting

    🔥 “Setiap saat, tanyakan: apakah ini tugas paling penting sekarang?”

    Dalam keadaan darurat, dokter harus segera beradaptasi. Saat ada pasien serangan jantung, semua tugas lain bisa ditunda.

    Kita juga harus membiasakan triase real-time dalam pekerjaan:

    • Tinjau ulang prioritas sepanjang hari. Tugas yang penting di pagi hari mungkin sudah berubah di siang hari.
    • Pisahkan yang mendesak vs. yang penting. Banyak tugas yang terlihat mendesak tapi sebenarnya tidak penting.
    • Belajar mengabaikan tugas yang tidak berdampak. Jangan takut meninggalkan hal yang kurang prioritas.

    Alih-alih sibuk mengerjakan banyak hal, fokuslah pada tugas yang betul-betul membuat perbedaan.

    4️⃣ The Ward Round Protocol: Evaluasi Proyek Seperti Dokter Memeriksa Pasien

    📝 “Setiap proyek harus punya status dan langkah berikutnya.”

    Dalam rumah sakit, dokter melakukan ward round setiap hari, mengecek kondisi pasien dan menentukan langkah berikutnya.

    Kamu bisa menerapkan ini ke proyek-proyekmu:

    • Gunakan sistem warna untuk melihat progres proyek:
      • 🟢 On track = Berjalan sesuai rencana
      • 🟡 Off track but planned = Terhambat, tapi ada solusi
      • 🔴 Off track, no plan = Bermasalah, belum ada solusi
      • 🔵 On ice = Ditunda sementara
    • Setiap proyek wajib punya langkah selanjutnya. Jangan biarkan proyek mandek tanpa kejelasan.

    Banyak orang gagal karena tidak tahu langkah konkret berikutnya. Sistem ini memastikan kamu selalu punya arah.

    5️⃣ Intentional Incompletion: Belajar Meninggalkan Hal yang Tidak Penting

    🚀 “Tidak semua tugas harus selesai. Yang penting adalah tugas yang benar-benar berdampak.”

    Dalam dunia medis, tidak mungkin menangani semua pasien dalam satu waktu. Beberapa pasien harus menunggu. Ini juga berlaku dalam pekerjaan dan kehidupan.

    Cara menerapkannya:

    • Terima kenyataan bahwa tidak semua tugas bisa diselesaikan. Fokus pada yang benar-benar penting.
    • Belajar untuk meninggalkan pekerjaan di akhir hari. Tidak perlu begadang demi menyelesaikan tugas yang bisa ditunda.
    • Pahami bahwa “to-do list” tidak akan pernah kosong. Yang bisa kita kontrol hanyalah memilih tugas yang layak dikerjakan.

    6️⃣ Two-for-One Hour Rule: Kerja di Waktu yang Paling Produktif

    “Satu jam sebelum jam 9 pagi lebih produktif daripada dua jam setelah jam 5 sore.”

    Setelah bekerja seharian, otak kita sudah kelelahan. Itulah kenapa kerja di malam hari cenderung tidak produktif.

    Tips untuk meningkatkan produktivitas:

    • **Lakukan tugas penting di pagi hari.**Contoh: Menulis artikel, brainstorming ide bisnis, atau membuat strategi pemasaran.
    • **Jangan berharap produktif setelah jam kerja.**Kalau punya proyek sampingan, coba kerjakan sebelum bekerja, bukan setelahnya.
    • **Manfaatkan energi puncak.**Cari tahu kapan kamu paling fokus dan gunakan waktu itu untuk tugas-tugas berat.

    Kesimpulan: Bekerja Lebih Cerdas, Bukan Lebih Keras

    Daripada sibuk menyelesaikan tugas sebanyak mungkin, mulai sekarang fokuslah pada apa yang benar-benar penting. Terapkan sistem triage ini dalam kehidupan dan pekerjaan:

    1. Daily Reset – Pilih ulang prioritas setiap hari.
    2. Handwritten Box Method – Tandai progres kerja, bukan cuma mencentang.
    3. Real-Time Triage – Selalu fokus ke tugas paling penting.
    4. Ward Round Protocol – Evaluasi proyek dengan jelas.
    5. Intentional Incompletion – Belajar meninggalkan tugas yang tidak penting.
    6. Two-for-One Hour Rule – Gunakan waktu terbaik untuk tugas penting.
  • HOW TO DO MORE IN 12 WEEKS THAT OTHERS DO IN 12 MONTHS

    HOW TO DO MORE IN 12 WEEKS THAT OTHERS DO IN 12 MONTHS

    Bagaimana Mencapai Lebih Banyak dalam 12 Minggu Dibanding Orang Lain dalam 12 Bulan

    Banyak orang menetapkan target tahunan, tapi di pertengahan tahun, motivasi mulai turun, fokus mulai terpecah, dan akhirnya target tersebut tidak tercapai.

    Solusi?

    Alih-alih berpikir dalam skala 1 tahun, gunakan pendekatan 12 Minggu.

    📖 Konsep ini diambil dari buku The 12 Week Year karya Brian Moran dan Michael Lennington, yang akan kita bahas dalam artikel ini.

    🔹 Kenapa Kebanyakan Orang Gagal Mencapai Target Mereka?

    Bukan karena kurangnya pengetahuan atau strategi, tapi karena kurangnya eksekusi yang konsisten.

    Contoh sederhana:

    📌 Kebanyakan orang tahu bahwa untuk menurunkan berat badan, mereka harus makan lebih sehat dan olahraga lebih sering.

    📌 Tapi, tetap saja banyak yang tidak melakukannya.

    Masalahnya bukan di informasi. Masalahnya ada di eksekusi.

    💡 Jadi, pertanyaannya adalah:

    Bagaimana kita bisa menutup “execution gap” ini dan mulai benar-benar bertindak?

    1️⃣ Periode 12 Minggu vs. Target Tahunan

    Kebanyakan orang berpikir dalam jangka waktu tahunan, tapi itu justru menciptakan perasaan waktu yang masih panjang.

    🎯 Konsep yang lebih efektif:

    • Alihkan fokus dari “1 tahun” menjadi “12 minggu”.
    • Dalam 12 minggu ini, anggaplah ini sebagai satu tahun mini dengan target dan deadline yang lebih dekat.
    • Ketika deadline lebih dekat, kita merasa lebih terdesak untuk bertindak.

    📌 Kenapa ini lebih efektif?

    1. Deadlines lebih dekat → Aksi lebih cepat
      • Parkinson’s Law: “Pekerjaan akan mengisi waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya.”
      • Semakin lama deadline-nya, semakin lama kita akan menunda.
    2. Lebih mudah untuk tetap fokus
      • 12 minggu cukup pendek untuk tetap termotivasi, tapi cukup panjang untuk membuat kemajuan yang nyata.
    3. Lebih cepat mengevaluasi dan menyesuaikan strategi
      • Dengan siklus 12 minggu, kita bisa cepat melihat apakah strategi kita efektif atau tidak.

    🔥 Intinya: Ubah mindsetmu. Setiap 12 minggu adalah 1 tahun mini.

    2️⃣ Ubah Fokus dari Hasil ke Eksekusi Harian

    Kesalahan terbesar:

    Banyak orang hanya fokus pada hasil akhir yang ingin mereka capai, tapi lupa untuk memikirkan tindakan harian yang akan membawa mereka ke sana.

    Contoh:

    • 🎯 Tujuan: Menulis 1 buku dalam 12 minggu.
    • Kesalahan: Terus-menerus berpikir “Saya harus menulis buku.”
    • Cara benar: Fokus pada “Saya harus menulis 500 kata per hari selama 12 minggu.”

    🔑 Solusi:

    Alihkan perhatian dari “apa yang ingin dicapai” ke “apa yang harus dilakukan setiap hari.”

    3️⃣ Buat Visi yang Kuat dan Emosional

    🧠 Kenapa kebanyakan orang menyerah di tengah jalan?

    Karena mereka tidak memiliki visi yang cukup kuat untuk memberi mereka alasan bertahan saat menghadapi tantangan.

    📌 Pertanyaan penting:

    • Apa yang benar-benar ingin kamu capai?
    • Kenapa ini penting buat kamu?
    • Bagaimana hidupmu akan berubah jika kamu mencapainya?

    Visi yang kuat akan membantu kamu mengatasi ketakutan, ketidaknyamanan, dan kemalasan.

    💡 Tip praktis:

    Tulis “Surat untuk Diri Sendiri” tentang bagaimana hidupmu akan berubah setelah kamu mencapai target 12 minggu ini.

    4️⃣ Ubah Zona Nyaman Jadi Zona Pertumbuhan

    Kebanyakan orang terjebak di zona nyaman karena takut menghadapi ketidaknyamanan.

    📌 Coba tanyakan ini ke diri sendiri:

    “Di mana saya membiarkan ketakutan terhadap ketidaknyamanan menahan saya?”

    Solusi:

    • Jangan tunggu sampai kamu “siap.” Lakukan saja.
    • Biasakan diri dengan rasa tidak nyaman—itu tanda bahwa kamu berkembang.

    🎯 Kesimpulan: Cara Memulai Metode 12 Minggu

    1. Buat target 12 minggu – Jangan berpikir dalam skala tahunan.
    2. Fokus pada tindakan harian, bukan hanya hasil akhir.
    3. Ciptakan visi yang emosional untuk memberi motivasi lebih.
    4. Berani keluar dari zona nyaman dan hadapi ketidaknyamanan.

    🔥 Ingat:

    Kamu bisa mencapai lebih banyak dalam 12 minggu dibanding yang orang lain lakukan dalam 12 bulan, asal kamu punya sistem eksekusi yang benar.

    Sekarang, pertanyaannya: Apa target 12 minggu pertamamu? 🚀

    @erwinsnada | 0818 750 500

  • Mengapa “Financial Freedom” Sering Menjadi Tujuan, tapi Sulit Dicapai

    Mengapa “Financial Freedom” Sering Menjadi Tujuan, tapi Sulit Dicapai

    Ali Abdaal, seorang mantan dokter yang kini menjalankan bisnis dan channel YouTube dengan tim sekitar 20 orang, membagikan pengalamannya tentang bagaimana mencapai kebebasan finansial. Ia mencontohkan seorang guru di umur 30-an—yang ingin jadi “financially free”—tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Berikut rangkuman poin-poin penting dan langkah praktisnya.


    1. Tentukan Apa Arti Kebebasan Finansial Bagi Kita?

    1. Kenali motivasi pribadi.
      • Kebebasan finansial (financial freedom) bisa diartikan “punya pilihan bekerja atau tidak, tanpa khawatir tagihan harian.” Tetapi tiap orang berbeda.
      • Mungkin tujuannya agar bisa lebih santai bekerja 3 hari seminggu. Atau agar punya waktu lebih dengan anak. Atau mungkin ingin punya rumah tanpa cicilan.
    2. Kebebasan finansial adalah perasaan, bukan sekadar nominal.
      • Ada orang di pedesaan yang cuma butuh Rp10 juta sebulan untuk merasa “aman.”
      • Di sisi lain, seseorang di kota besar bisa merasa belum aman walau punya pemasukan jauh lebih besar.
      • Intinya: Temukan standar kebutuhan dan gaya hidup yang “cukup” untuk diri kita.
    3. Tetapkan nominal kasar.
      • Misal, “Aku mau Rp 20 juta/bulan, supaya bisa menabung plus bayar semua pengeluaran rutin tanpa stres.”
      • Angka ini bisa berubah seiring waktu (karena ambisi kita bisa bertambah), tapi minimal ada target awal.

    Tips: Jangan hanya mengejar “1 Milyar di rekening” kalau ternyata yang kita butuhkan untuk bebas financial jauh lebih rendah (atau sebaliknya). Buat target realistis agar rencana jelas.

    2. Periksa Jarak antara “Goal” & “Rencana”

    Ali menggunakan kerangka GPS: Goal, Plan, System.

    1. Goal: Berapa pemasukan atau tabungan yang kita mau?
      • Contoh: “Ingin dapat Rp 200 juta/tahun.”
    2. Plan: Bagaimana rencana kita saat ini?
      • Jika pekerjaan sekarang hanya menghasilkan Rp 50 juta/tahun, sementara target 200 juta, jelas ada jarak.
    3. System: Sejauh mana kita konsisten menjalankan rencana?
      • Kalau “tidak punya rencana” atau “rencana tidak relevan dengan goal,” harus diubah.
      • Mau tidak mau, kita harus memilih: mengganti goal (diturunkan) atau mengganti rencana (strategi baru yang masuk akal).

    Studi Kasus:

    Seorang guru dengan gaji ±Rp 50 juta/tahun ingin Rp 200 juta/tahun dalam 8 tahun.

    Jika tetap jadi guru, sulit tercapai. Mau tak mau, rencananya harus diubah: misal, buka bisnis atau cari karier dengan potensi lebih besar.

    3. Kurangnya Pengetahuan: Tidak Tahu Jalan Mana yang Harus Ditempuh

    Seringkali orang bilang “Mau kaya,” tapi:

    • Tak pernah baca 1 buku pun tentang cara menghasilkan uang atau soal entrepreneurship.
    • Tak pernah dengar podcast bisnis.
    • Tak punya mentor atau tak pernah belajar secara sistematis.

    Analogi: Untuk jadi dokter, kita kuliah kedokteran, baca textbook, magang, dsb.

    Tapi anehnya, banyak orang ingin “kaya,” tapi sama sekali tidak mau belajar soal “membangun bisnis,” “meningkatkan skill jual,” dsb.

    Pesan: Menjadi pengusaha/menambah pemasukan adalah sebuah skill—bukan bakat lahir. Jadi, kita wajib “kuliah mandiri”: baca buku, dengar podcast, cari mentor.

    3.1. Daftar Rekomendasi Bacaan & Podcast

    Ali menyarankan empat buku berikut (semua tersedia dalam versi bahasa Inggris). Ini akan membantu kita paham “peta” entrepreneurship:

    1. The Millionaire Fastlane (MJ DeMarco).
    2. Million Dollar Weekend (Noah Kagan).
    3. $100M Offers (Alex Hormozi).
    4. Dotcom Secrets (Russell Brunson).

    Juga empat podcast (dari Deep Dive Channel-nya Ali):

    1. Dua wawancara dengan Daniel Priestley (penulis “Key Person of Influence”).
    2. Wawancara dengan Robin Waite.
    3. Wawancara dengan Nicholas Cole.
    4. Wawancara dengan Cody Sanchez.

    Ali yakin, dengan membaca buku-buku dan podcast tersebut, kita akan mendapat “firmware update”—yaitu wawasan bahwa ada banyak pilihan atau “jalur” untuk meraih Rp 200 juta/tahun (atau berapa pun target).

    Kita jadi lebih paham model bisnis, strategi penjualan, cara scaling usaha, dsb.

    4. “Tidak Ada Waktu” Bukan Alasan

    1. Gunakan audiobook & podcast:
      • Saat commuting, mencuci piring, olahraga, sambil jalan kaki.
      • Jangan nonton TV/Netflix berjam-jam, ganti dengan audiobooks setidaknya 30-60 menit sehari.
    2. Stop menghabiskan waktu untuk sesuatu yang dampaknya 0
      • Kalau serius mau kebebasan finansial, cobalah kurangi scrolling media sosial.
      • Ganti dengan: “Belajar sambil jalan” (listen audiobook), “Belajar sambil masak,” dsb.
    3. Day job bukan halangan
      • Kita bisa jadikan jam istirahat kantor atau sisa jam “istirahat makan siang” untuk side hustle, riset, dsb.
      • Banyak “quiet moments” di pekerjaan utama yang dapat dimanfaatkan.

    5. Jaga Kesehatan & Keseimbangan Hidup

    1. Anggaplah diri kita “atlet” di bidang bisnis.
      • Jaga stamina (tidur, olahraga), nutrisi, mental.
      • Pekerjaan sampingan (side hustle) dan pertumbuhan karier harus seiring dengan menjaga hubungan, keluarga, dan hobi. Jangan korbankan segalanya.
    2. Kurangi hal-hal toxic
      • Jangan menonton 5-6 jam Netflix per hari atau nongkrong tiap malam tanpa tujuan.
      • Kalau targetnya memang “finansial,” maka kita perlu “latihan” dan “jam terbang” di dunia entrepreneur, bukan berlama-lama di Netflix.
    3. Bersenang-senang dalam “perjalanan”
      • Menurut Ali, mengejar kebebasan finansial itu ibarat “main game.” Selalu ada level-level berikutnya.
      • Ciptakan “rasa bahagia” ketika membangun bisnis supaya kita konsisten dan tidak cepat burnout.

    6. Bergabung & Belajar Bersama Komunitas Positif

    1. Rata-rata 5 orang terdekat
      • Kita adalah cerminan orang-orang di sekitar. Carilah teman yang sama-sama berambisi menambah income.
      • Misal: adakan “dinner meetup” bareng teman yang ingin punya side hustle.
    2. Konten diet
      • Selain teman, “paparan konten” juga penting.
      • Minimal 1 jam sehari, konsumsi video, buku, atau podcast berkaitan bisnis atau money-making.
    3. Tingkatan selanjutnya
      • Kalau sudah di level 0 (nol) ke 1 (mulai cari 10 jutaan sebulan), kita belajar resource-level 1.
      • Kalau sudah mulai jalan, perlu event mastermind, event workshop, coach, dsb. Step by step seiring perkembangan.

    7. Ingat Bahwa Tujuan Bukan Hanya “Pencapaian Angka,” Tapi Menikmati Proses

    1. Kebebasan finansial pun akan terasa “kurang” jika tak disertai kepuasan batin.
    2. Tak sedikit orang dengan puluhan juta dolar masih merasa was-was, belum “merdeka” secara mental.

    Kata Ali: “Pada akhirnya, jangan lupa bersenang-senang. Seperti main game, selalu akan ada level selanjutnya.”

    Ringkasan: Langkah Praktis dari Ali

    1. Tentukan alasan “Kenapa”
      • Apa yang “financial freedom” berikan yang tak kita miliki sekarang? Pastikan alasannya jelas dan realistis.
    2. Tentukan target nominal + rentang waktu
      • Contoh: “Ingin mengumpulkan Rp1 Milyar dalam 5 tahun” atau “Ingin punya pasif income Rp 20 juta/bulan.”
    3. Periksa apakah “plan” kita sinkron dengan goal
      • Kalau gaji Rp 5 juta/bulan tapi target mau Rp 20 juta/bulan, jelas ada gap. Mau ubah goal atau rencana?
    4. Tambah pengetahuan bisnis & uang
      • Baca 4 buku tadi (MJ DeMarco, Noah Kagan, Alex Hormozi, Russell Brunson).
      • Dengarkan podcast recommended (Dan Priestley, Robin Waite, Nicholas Cole, Cody Sanchez).
    5. Hentikan alasan “tidak ada waktu”
      • Manfaatkan audiobook/podcast di waktu selip (commute, masak, olahraga).
      • Kurangi nonton TV, medsos berjam-jam.
    6. Jaga kesehatan dan mindset
      • Seimbangkan fisik, mental, emosional. Kita ini “atlet bisnis.”
      • Lakukan side hustle.
    7. Bergabung dengan orang sejalan
      • Cari komunitas, teman, acara, dan tontolah konten2 yang mendukung.
    8. Nikmati perjalanan
      • Setiap level akan membuka level baru. Hargai proses, bukan cuma hasil akhir.

    Kesimpulan: Kebebasan finansial itu bisa dicapai, asal mau mempelajari “peta” (caranya) dan mengeksekusi langkah-langkah yang tepat. Kalau kita tak sanggup keluar dari zona nyaman (misalnya menukar jam Netflix demi jam “belajar bisnis”), mungkin lebih bijak kalau menurunkan target. Tetapi kalau kita benar-benar serius, maka gunakan waktu untuk menyerap ilmu, menjaga kesehatan, dan membangun bisnis tanpa mengorbankan segalanya.

    @erwinsnada | 0818 750 500